Jakarta, CNN Indonesia -- Bahtera Timnas Indonesia harus tetap berlayar meski sang nahkoda Patrick Kluivert pergi dari roda kemudi. Ke mana kapal akan mengarah?
Lembaran baru akan diarungi Timnas Indonesia setelah PSSI dan Patrick Kluivert resmi berpisah. Juru taktik asal Belanda itu pergi selepas kegagalan skuad Garuda di Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Bagaimanapun, Timnas Indonesia tak boleh terombang-ambing di tengah samudera tanpa tujuan. Pelan tapi pasti, PSSI sebagai federasi perlu membangun kembali mimpi yang kadung pupus. Sebab masih ada agenda penting yang mesti dijalani.
Tahun depan, ada Piala AFF 2026 yang direncanakan bergulir tengah tahun. Belum lagi Asian Games 2026. Kemudian di kalender berikutnya, ada Piala Asia 2027. Dua ajang ini yang perlu jadi fokus PSSI dalam membangun kepercayaan publik lagi.
Dalam perjalanan menuju dua ajang itu, kebetulan masih berada di era Erick Thohir sebagai ketua PSSI. Mau tak mau, ini jadi tanggung jawabnya sebelum periodenya berakhir.
Sejauh ini belum ada nama pengganti yang naik. Bahkan, PSSI juga harus mencari pelatih Timnas Indonesia U-23 dan U-20 yang baru setelah berpisah Gerald Vanenburg dan Frank van Kempen.
Untuk pelatih tim junior, mungkin tak begitu jadi soal jika bicara agenda terdekat untuk kategori usia tersebut. Skuad Garuda Muda untuk SEA Games 2025 juga sudah ditekel oleh Indra Sjafri.
Namun untuk tim senior, agaknya perlu jadi perhatian karena ada agenda besar yang perlu dilakoni. Terbilang jarang pula Timnas Indonesia absen ditangani pelatih dalam hitungan tahun.
Dalam 10 tahun terakhir misalnya, setelah seorang pelatih meninggalkan tim, dalam hitungan bulan atau bahkan pekan, ada nama baru yang menggantikan setidaknya sebagai pelatih sementara.
Sebab ada saja agenda penting di setiap tahun. Belum lagi ada empat periode FIFA Matchday dalam satu tahun kalender yang berguna untuk uji kekuatan sekaligus memperbaiki ranking FIFA.
Terdekat, kalender FIFA akan bergulir November mendatang. Dengan Timnas Indonesia yang sedang tidak mengikuti kualifikasi apapun, idealnya tetap ada laga persahabatan.
Opsi yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan kalender FIFA Matchday untuk persiapan SEA Games. Menampilkan Timnas Indonesia U-23 bisa dilakukan untuk mengasah tim asuhan Indra Sjafri.
Tapi tentu keputusan kembali lagi ke federasi. Dengan keadaan ini, bagaimana PSSI harus bersikap? Keputusan berpisah dengan pelatih sudah, namun dengan tahap-tahap berikutnya, Timnas Indonesia tak boleh berserah.
PSSI perlu membangun lagi susunan tim kepelatihan terbaik demi hasil yang apik. Kegagalan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 adalah momen tepat untuk belajar dari situasi pelik.
PSSI sudah mengambil keputusan tepat setelah berpisah dengan Kluivert. Kepercayaan publik perlahan bisa kembali dengan situasi yang mulai dari nol lagi.
Namun mengembalikan rasa percaya 100 persen dari kekecewaan bukan perkara mudah. PSSI harus menunjuk sosok yang tepat untuk pelatih, minimal seorang caretaker untuk FIFA Matchday terdekat.
Alexander Zwiers, yang berperan sebagai Direktur Teknik, tak boleh lantas ikut pergi. Tanggung jawabnya masih berlaku hingga 2029. Dia pula yang harus berperan penting dalam menentukan pelatih.
Tugasnya juga tak mudah karena ada skeptisisme dari kejadian yang sudah-sudah. Rekam jejak, visi, dan pendekatan kepada pemain serta tingkat pengetahuan tentang ekosistem sepak bola Asia hingga Indonesia harus jadi acuan.
Publik tentu berharap pelatih yang ditunjuk punya proyeksi hingga Piala Asia 2027 yang sudah jelas Indonesia akan tampil di sana. Lebih baik lagi jika yang bersangkutan punya tahap yang jelas hingga Piala Dunia 2030.
Ini pula yang jadi fokus Erick Thohir dalam pernyataannya setelah resmi berpisah dengan Kluivert. Erick ingin skuad Garuda fokus dalam ranking dunia, Piala Asia, dan Piala Dunia 2030.
Jika PSSI tetap berpaku pada juru taktik dari Eropa, tak mengapa. Namun bukan masalah pula jika pelatih yang dipilih masih dari benua yang sama.
Akan jadi nilai plus apabila pelatih punya pendekatan brilian untuk mengakomodasi skuad yang punya latar belakang beragam.
Maka sudah semestinya, tepikan dulu pelatih yang enggan memandang jauh ke depan. Sudah cukup Indonesia punya pelatih yang bertahan kurang dari satu tahun.